Senin, 27 April 2015

Tiara dan Ibu Kartini

"Bu, aku ingin bicara" Tiara mendekati ibunya, rautnya masam.


"Ada apa, nak? Seragammu nampak kotor? Apa yang terjadi?" Si ibu memperhatikan anaknya yang dirundung rasa kesal itu.

"Tam dan temannya mengajakku berkelahi, bu. Dia menggodaku. Selalu, ketika aku mulai bercerita tentang kharisma Dan emansipasi Ibu Kartini. Seperti hari ini.

"Hei, anaknya Kartini! Katanya kamu ini pembela emansipasi wanita ya? Kalau berani, sepulang sekolah kami tunggu di lapangan sekolah. Ada adu lari. Kau pasti kalah"


Seakan tersulut api, kekesalannya pada Tam sekarang menjalar ke ubun-ubun.

"Siapa yang ingin melawanku?" Tiara mulai bertaruh.

"Dia" si Tom dan teman-temannya menunjuk salah satu teman satu kelasnya. Budi, si badan gempal.

"Kau bercanda? Dia musuhku? Hahaha, baiklah! Ini terlihat mudah" Tiara membuat peersetujuan dengan sombong.

Seperti dugaan Tiara, di putaran pertama Budi sangat terbebani. Badannya yang gempal membuat nafas dan larinya lamban. Merdekalah Tiara, ia berhasil meninggalkan rekannya lumayan jauh. Hingga di detik menuju garis finish, tubuhnya terbanting. Ia tersandung batu. Berdebam. Ia kesulitan berdiri hingga akhirnya ia tersungkur kembali ketika badan gempal Budi mendorongnya.

"Mana emansipasi katamu itu? Hahaha. Sama batu aja kalah!" Tam dan temannnya tertawa gelak.
Lihatlah, bu. Sekarang aku harus mencuci sepatu mereka. Aku kesal. Seandainya saja aku tak percaya emansipasi itu. Seandainya saja Ibu Kartini tak pernah aku kenal. Aku takkan dimusuhi teman laki-laki di kelasku. Aku menyesal membanggakannya!!! Seandainya saja Ibu Kartini tidak ada!!!"

"Astagfirullah. Tarik nafasmu, sayang. Apa yang kamu ucapkan tadi sangat tidak terpuji"

"Tapi, bu.."

"Dengar ya, sayang. Kalau Ibu Kartini masih hidup mungkin beliau akan merasa sedih melihat peringatannya selalu disalahartikan"

"Salah bagaimana, bu?"

"Tiara, anak perempuan ibu yang tangguh, yang diperjuangkan Ibu Kartini adalah pengajaran dan pendidikan untuk perempuan bukan memperjuangkan emansipasi"

"Mana mungkin bu. Kita sebagai perempuan harus tangguh. Tidak ada yang boleh menindas kita seperti Tam" Tiara mendengus.

"Tatap mata ibu, sayang. Ibu juga perempuan, ayahmu laki-laki. Ayah dan ibu memiliki persamaan hak. Lalu apa yang mau Tiara tuntut?"

"Emansipasi wanitalah seperti Ibu Kartini"

"Tidak begitu, sayang. Ibu Kartini menghendaki kita sebgai perempuan bisa mendapatkan kesempatan yang sama untuk belajar, bukan menjadikan laki-laki musuh, lalu bertikai"

Tiara terdiam.

"Ibu kartini tidak mengajak berperang melawan laki-laki untuk menuntut persamaan hak. Karena Allah sudah memberikan kita persamaan hak, derajat, dan posisi antara kaum kita dan kaum laki-laki" Si ibu memeluk anaknya.

"Kau masih terlalu cepat mengambil kesimpulan, sayang. Bahkan, Tiara belum mengerti arti emansipasi yang sebenarnya"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar