Senin, 20 April 2015

Stadion Berkabut

Malam Narasi OWOP
"Jika kutau dijaninku ada bola. Maka takkan kubiarkan kau hidup, nak"

Berhenti. Jangan teruskan langkahmu!" Polisi meramaikan seisi stadion.
Ibu-ibu meringis mencari anaknya. Bapak-bapak ketakutan bercerai berai. Seisi stadion terlibat baku-hantam. Teriakan silih berganti. Sebentar tembakan sebentar jeritan.


"Nak, kemari. Dekat ibu, nak" seorang ibu yang membujuk anak kecilnya.

"Tapi, ayah bu. Ayah?" Si anak ketakutan. Meneriaki ayahnya yang berada dikejauhan.

"Ayah bisa menjaga dirinya, nak. Ayo, pegang tangan ibu. Jangan sampai lepas. Ingat, kamu hanya memandang ke depan. Pintu keluar ada di sana, tepat di ujung stadion ini" sang ibu memberikan arahan kepada anak sulungnya. Polisi masih berjaga-jaga, mengevakuasi.

Hingga, beberapa menit. Stadion berubah menjadi kampung kabut. Gelap. Polisi menyeprotkan gas air mata. Suara gaduh mendera seisi stadion, mencekam.

"Pegang erat tangan ibu, nak"

"Iya, ibu"

Tiba-tiba, si anak terjatuh. Terlepas pegangan di antara keduanya. Ibu mencoba meraih, namun desakan penonton yang ketakutan membuat sang ibu makin menghilang dari pandangan. Ia melambaikan tangan, sang anak tak terlihat.

"Woy, jalan terus. Gue mau jalan. Minggir" lelaki gempal itu mendorong sang ibu. Hingga badannya termuntahkan di depan pintu keluar stadion.

Ia berusaha masuk. Berdesakan lagi, ia sangat panik ketika pintu keluar di tutup. Tidak ada yang bisa melewatinya.

"Maaf bu, kami tidak bisa mengizinkan ibu masuk lagi. Di dalam sangat berbahaya"

"Kau bercanda. Anakku dan suamiku ada di dalam sana. Minggir!!" Sang ibu beradu otot. Ia dengan tenaganya nekat berlari ke dalam stadion. Tangannya merah terkena cengkraman polisi itu.

"Ibu, ibu"

Suara itu melerai keduanya.

Sangat manis senyum sang ibu melihat si anak datang bersama suaminya. Sang suami berhasil membawa bola yang telah dijanjikannya. Ia menggendong anaknya menuju pelukan ibunya.
Sang suami datang, memeluk isteri dan anaknya. Lalu tersungkur, kepalanya, kepala bagian belakangnya mengalir darah segar akibat baku-hantam. Sang istri berteriak mencari bantuan. Setelahnya, teriakan memecah langit kalah itu. Sang anak berlari mengejar bola yang menggelinding dari pelukannya. Melesat pengendara motor dan membanting tubuh ringkihnya bersama bola yang dijanjikan ayahnya.

"Sudah kubilang, jangan hibur janinku dengan bola"

Stadion dan pertikaian suporter ini. Anak dan suami. Kecintaan dalam buaian pertandingan bola di lapangan hijau ini. Memecah tangisan seorang perempuan bermuka sayuh.

Langit gelap di sekitar stadion. Pasukan air mulai turun. Menyaksikan kepergian sang janin dan meratapi si suami yang terkampar lemas. Menyesali.kepergian janinnya yang lolos dari operasi menghabiskan ribuan energi.

Stadion berkabut, 20 April 2015
-Lisma Nopiyanti

Tidak ada komentar:

Posting Komentar