Entah
kenapa judul tulisan kali ini ‘ketampar’. Sesuatu yang menyakitkan, mungkin
sementara waktu presepsi itu kita simpan. Mari lanjutkan cerita ini.
“Saya”.
Definisinya seorang yang katanya ingin jadi “sastrawati” –seorang yang jago
menulis. “Saya” dibesarkan oleh rasa ambisinya, sehingga “saya” melupakan makna
menulis pada hakikatnya. Menulis adalah sarana berbagi informasi. Apa yang
dituliskan, sekian persennya akan mampu mengubah pemikiran seseorang, terlepas
dampak positif ataukah dampak negatif. Menulis itu sebuah kegiatan yang tulus,
ia tak mengharapkan balasan. Makna itulah yang benar-benar “saya” lupakan.
“Saya”
mulai mencari. Ia berkelana mencari perginya hakikat itu. Melancong diribuan entri dalam mesin pencari. Berharap akan ada jawaban yang berarti.
Siang
ini cuaca memang sangat panas. Bila ditilik, mentari tengah kuatnya bersinar.
Sambil bertemankan peluh, “saya” masih setia memandangi layar mesin ketik
modernnya (baca: laptop). Mengubek-ngubek
isi mesin pencari. Hingga tangan jahilnya terhenti pada tulisan “Surat Cinta Mas
DTL”. Tapi, tungggu! Ketertarikan itu bukan berasal dari entri itu. Walau
sempat penasaran dan mencoba menggali permasalahannnya, materi itu terlupakan.
Segera bola mata melesat bak kursor yang tengah dijalankan. Wah, kali ini saya
ketampar. Sedikit sakit, mari rasakan bersama.
Tamparan
kali ini berjurus: Cara Menulis yang Baik.
Begini
tamparan itu menusuk keresahan “saya”.
Tapi bang tere, saya kalau di blog ingin
banyak yang comment, banyak yang like?kalau kalian punya cita-cita sperti
itu, maka kita sudah beda paham, saya datang mengajari kalian untuk
jadi penulis yang baik, menulis bukan untuk perhitungan karena penulis
yang baik tdk pernah peduli comment dan like orang, tak pernah peduli jadi buku
atau tidak, ia hanya menulis (Ketika acara Talkshow bang DTL di Bandung
−seingat saya”).
Tersentak.
Tamparan itu tepat mengenai sasarannya. “Saya” mulai menghakimi dirinya
sendiri. Presepsi yang dibangunnya selama ini salah. Menulis untuk perhitungan.
Itu kesalahan terbesar di dunia sastranya. “Saya” merasa ia terlalu jauh
meninggalkan kereta, bahkan terlalu cepat untuk berkecimpung di dunia literasi
ini. Salah memporsikan tujuan. Dibenaknya, “saya” sangat berambisi, setiap
tulisannya dihujani komentar-komentar, puji-pujian. Ah, dunia literasi tak
begitu. Ia seharusnya mengalir, hidup dengan begitu saja; tanpa harus ada nilai
perhitungan. Percayalah, dunia literasi tak mengajarimu menjadi lintah darat
yang haus akan bunga-bunga kesengsaraan orang lain, yang asyik menghitung
berapa banyak hutang orang. Penulis bukan orang yang seperti itu. Ia tulus,
memberi dan tak berharap imbalan/balasan.
Teruntuk bang DTL, Darwis Tere Liye terima
kasih telah menampar “saya”. Biarlah presepsi lama “saya” bakar. Lalu, siap “saya”
hanyutkan jauh dari kehidupan “saya”’ di dunia literasi ini. Perhitungan “saya”
yang selalu mengharapkan berjibun tamu yang datang mengunjungi tulisan “saya”
adalah suatu pengkhianatan. Bahwa sekali lagi penulis yang baik adalah penulis
yang akan terus menulis, tidak peduli seberapa banyak orang yang akan datang
dan memberi komentar. Penulis yang baik hanya berharap tulisannya bisa
bermanfaat bagi orang lain, tanpa ada rasa ingin tahu seberapa banyak orang
yang berhasil karena tulisannya dan seberapa banyak orang yang akan datang
berkunjung mengomentarinya. Penulis yang baik adalah orang yang tulus; memberi
tak mengharap imbalan. Sama seperti filosofi pohon kelapa yang bang DTL
sampaikan ketika menampar saya (Perhatian: bukan dalam artian sebenarnya). Seperti
pohon kelapa, dia tidak pernah peduli kemana buah kelapanya jatuh dan menyebar.
Tidak mungkin pohon kelapa mencatat kemana perginya buah kelapanya. Dia dengan
ikhlas melepaskan buah-buahnya. Begitulah juga dengan seorang penulis.
Duh.. “saya”
bukannya sakit sebab ditampar bang DTL. Bahkan sekarang “saya” tengah
bergembira akibat tamparan itu. Saatnya mengubah presepsi yang salah. “Saya”
mencoba membenahinya. Mari!!! #SalamOWOP
Kamar
Pulkadot, 18 April 2015.
-Lisma
Nopiyanti
mbak Lismaaaa......aq hadie di bLog anda
BalasHapusMakasih udah berkenaan mampir mbaa dian :))
BalasHapusTamparan yg mirip dg pic yg kakak krim kemaren ya lis... #namparbanget
BalasHapusOh ya.. itu kenapa "saya" yg pke tanda kutip?? Knpa gak "tamparan" nya? Krn yg brmakna trsembunyi bukannya "tamparan" ya?? CMIIW
Iya kak ci, sebelas tiga belas hehehe
BalasHapusKarena saya disini dalam artian yang sangat luas kak ci. Bukan buat yang nulis tapi buat siapapun yang merasa penulis (yang terseret masalah yang sama) gitu sih.
"Tampar aku mas, tampar" hhe
BalasHapusKalo kata blogger yg bernama Nurmala, "Banyaknya pengunjung, likers, comment di blog. Itu hanya dampak saja. Utamakan tujuan menulismu karena apa?"
Kalo kata mas Gun, "Konsistensi, menghasilkan apresiasi"
Hahaha om suhel minta ditampar :D
BalasHapusOke om Suhel. Mari konsisten untuk menulis :"
Tamparan itu juga mengenai saya, Mba Lisma............
BalasHapusTugasnya adalah memperbaiki, mariii :))
BalasHapus