Sabtu, 18 April 2015

Ketampar Bang DTL: "Penulis yang Baik"

Entah kenapa judul tulisan kali ini ‘ketampar’. Sesuatu yang menyakitkan, mungkin sementara waktu presepsi itu kita simpan. Mari lanjutkan cerita ini.

“Saya”. Definisinya seorang yang katanya ingin jadi “sastrawati” –seorang yang jago menulis. “Saya” dibesarkan oleh rasa ambisinya, sehingga “saya” melupakan makna menulis pada hakikatnya. Menulis adalah sarana berbagi informasi. Apa yang dituliskan, sekian persennya akan mampu mengubah pemikiran seseorang, terlepas dampak positif ataukah dampak negatif. Menulis itu sebuah kegiatan yang tulus, ia tak mengharapkan balasan. Makna itulah yang benar-benar “saya” lupakan.


“Saya” mulai mencari. Ia berkelana mencari perginya hakikat itu. Melancong diribuan entri dalam mesin pencari. Berharap akan ada jawaban yang berarti.

Siang ini cuaca memang sangat panas. Bila ditilik, mentari tengah kuatnya bersinar. Sambil bertemankan peluh, “saya” masih setia memandangi layar mesin ketik modernnya (baca: laptop). Mengubek-ngubek isi mesin pencari. Hingga tangan jahilnya terhenti pada tulisan “Surat Cinta Mas DTL”. Tapi, tungggu! Ketertarikan itu bukan berasal dari entri itu. Walau sempat penasaran dan mencoba menggali permasalahannnya, materi itu terlupakan. Segera bola mata melesat bak kursor yang tengah dijalankan. Wah, kali ini saya ketampar. Sedikit sakit, mari rasakan bersama.

Tamparan kali ini berjurus: Cara Menulis yang Baik.

Begini tamparan itu menusuk keresahan “saya”.

Tapi bang tere, saya kalau di blog ingin banyak yang comment, banyak yang like?kalau kalian punya cita-cita sperti itu, maka kita sudah beda paham, saya datang mengajari kalian untuk jadi penulis yang baik, menulis bukan untuk perhitungan karena penulis yang baik tdk pernah peduli comment dan like orang, tak pernah peduli jadi buku atau tidak, ia hanya menulis (Ketika acara Talkshow bang DTL di Bandung −seingat saya”).
Tersentak. Tamparan itu tepat mengenai sasarannya. “Saya” mulai menghakimi dirinya sendiri. Presepsi yang dibangunnya selama ini salah. Menulis untuk perhitungan. Itu kesalahan terbesar di dunia sastranya. “Saya” merasa ia terlalu jauh meninggalkan kereta, bahkan terlalu cepat untuk berkecimpung di dunia literasi ini. Salah memporsikan tujuan. Dibenaknya, “saya” sangat berambisi, setiap tulisannya dihujani komentar-komentar, puji-pujian. Ah, dunia literasi tak begitu. Ia seharusnya mengalir, hidup dengan begitu saja; tanpa harus ada nilai perhitungan. Percayalah, dunia literasi tak mengajarimu menjadi lintah darat yang haus akan bunga-bunga kesengsaraan orang lain, yang asyik menghitung berapa banyak hutang orang. Penulis bukan orang yang seperti itu. Ia tulus, memberi dan tak berharap imbalan/balasan.
Teruntuk bang DTL, Darwis Tere Liye terima kasih telah menampar “saya”. Biarlah presepsi lama “saya” bakar. Lalu, siap “saya” hanyutkan jauh dari kehidupan “saya”’ di dunia literasi ini. Perhitungan “saya” yang selalu mengharapkan berjibun tamu yang datang mengunjungi tulisan “saya” adalah suatu pengkhianatan. Bahwa sekali lagi penulis yang baik adalah penulis yang akan terus menulis, tidak peduli seberapa banyak orang yang akan datang dan memberi komentar. Penulis yang baik hanya berharap tulisannya bisa bermanfaat bagi orang lain, tanpa ada rasa ingin tahu seberapa banyak orang yang berhasil karena tulisannya dan seberapa banyak orang yang akan datang berkunjung mengomentarinya. Penulis yang baik adalah orang yang tulus; memberi tak mengharap imbalan. Sama seperti filosofi pohon kelapa yang bang DTL sampaikan ketika menampar saya (Perhatian: bukan dalam artian sebenarnya). Seperti pohon kelapa, dia tidak pernah peduli kemana buah kelapanya jatuh dan menyebar. Tidak mungkin pohon kelapa mencatat kemana perginya buah kelapanya. Dia dengan ikhlas melepaskan buah-buahnya. Begitulah juga dengan seorang penulis.

Duh.. “saya” bukannya sakit sebab ditampar bang DTL. Bahkan sekarang “saya” tengah bergembira akibat tamparan itu. Saatnya mengubah presepsi yang salah. “Saya” mencoba membenahinya. Mari!!! #SalamOWOP
Kamar Pulkadot, 18 April 2015.

-Lisma Nopiyanti

8 komentar:

  1. mbak Lismaaaa......aq hadie di bLog anda

    BalasHapus
  2. Makasih udah berkenaan mampir mbaa dian :))

    BalasHapus
  3. Tamparan yg mirip dg pic yg kakak krim kemaren ya lis... #namparbanget
    Oh ya.. itu kenapa "saya" yg pke tanda kutip?? Knpa gak "tamparan" nya? Krn yg brmakna trsembunyi bukannya "tamparan" ya?? CMIIW

    BalasHapus
  4. Iya kak ci, sebelas tiga belas hehehe
    Karena saya disini dalam artian yang sangat luas kak ci. Bukan buat yang nulis tapi buat siapapun yang merasa penulis (yang terseret masalah yang sama) gitu sih.

    BalasHapus
  5. "Tampar aku mas, tampar" hhe

    Kalo kata blogger yg bernama Nurmala, "Banyaknya pengunjung, likers, comment di blog. Itu hanya dampak saja. Utamakan tujuan menulismu karena apa?"

    Kalo kata mas Gun, "Konsistensi, menghasilkan apresiasi"

    BalasHapus
  6. Hahaha om suhel minta ditampar :D
    Oke om Suhel. Mari konsisten untuk menulis :"

    BalasHapus
  7. Tamparan itu juga mengenai saya, Mba Lisma............

    BalasHapus
  8. Tugasnya adalah memperbaiki, mariii :))

    BalasHapus