Setelah Lumut dengan hebatnya menjatuhkan percaya diriku, ada saatnya Turunan membuatku
makin layu dan Keramaian yang benar-benar melarikan rasa beraniku. Kini
ceritaku bersama saudara kembarku dengan kendaraanya, akan berlanjut lagi.
Beberapa
kali menghantam, tak cukup menyurutkan niat Lisda untuk tetap mengemudikan
keretanya itu (Baca:motor). Ini tentang
masa orientasi yang tersisa satu hari lagi. Semuanya normal dan sah-sah saja.
Tak ada yang mencolok. Hingga hantaman itu terjadi.
Hari
ini kebetulan aku juga Lisda mengenakan seragam olahraga. Setelah hari terakhir
masa perkenalan siswa ini, semua peserta akan diresmikan menjadi siswa SMA. Itu
suatu kebahagiaan. Terlepas dari omelan dan kejahilan kakak senior. Seharusnya
hari ini garis lurusnya adalah bahagia, tapi seharusnya.
“Ayo, cepatt!!!!” Lisda
memekik; mengarah padaku.
“Iya, sebentar lagi
selesai” kebiasaanku yang terkadang menyulutkan api si Lisda.
Walaupun
takut, aku dengan penuh keyakinan tetap saja memilih untuk berani menjadi
penumpangnya Lisda. Mau tidak mau, suka atau tidak suka, memang harus terjadi.
Ibu
mengantar kami hingga muka, persis di depan pintu. Saat motor dinyalakan ke
posisi on. Saat gas mulai berbunyi.
“Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa..........!!!”
ibu sekarang yang memekik.
Lalu,
aku dan Lisda juga diliputi rasa panik. Aku hampir setengah sadar menghadapi
perlakuan Lisda. Ini benar-benar melengkapi peristiwa yang sudah-sudah. Mulai
dari ditabrak dan menabrak. Ya, cerita ini memiliki makna kata kunci kedua. Ini
tentang menabrak.
Suara
pekikan ibu, berhasil membuat ibu-ibu kantin di sekitar komplek kami
berdatangan. Mereka juga menaruh rasa panik. Mereka berlari tergopoh-gopoh.
“Ada apa bu Yanto?”
mereka celingak-celinguk melihat aku dan Lisda.
“Ini, bu” suara ibuu
sedikit gemetar.
“Ini, bu. Lisda hilang
kendali. Lisma yang tepat berada di depannya di tabrak” ibu berhasil
menyampaikan pesan pagi itu.
“Astagfirullah,
kok bisa? Kami kira tadi gas meledak bu” salah satu komentar ibu kantin itu.
“Lisda
hilang kendali, bu. Entah kenapa gasnya tiba-tiba kencang” ibu melanjutkan
ceritanya.
Benar
adanya. Sekarang aku yang ditabrak. Kejadian itu terjadi sangat cepat. Aku juga
tak mengerti kenapa aku bisa berdiri tepat di depan Lisda dan motornya. Saat
motor dihidupkan, tiba-tiba suara gas terdengar agak kencang. Disitulah badanku
terdorong. Tidak terlalu keras. Saat tubuhku terdorong, tubuhku terhempas
sebuah kandang kelinci. Tepat di depanku. Karena beradu, aku terjatuh. Dan
Lisda kehilangan kendali, dia terjatuh juga. Itulah alasan kenapa ibu memekik.
“Kaki
aku, tolong kaki akuuuuu!!” Lisda berteriak. Teriakan yang berhasil membuat ibu
memekik dan ibu kantin berkumpul.
Aku
sempat diam dan bingung. Bagaimana jika tidak ada kandang kelinci itu? Pasti
aku tergencet lumayan keras. Aku bingung, aku ditabrak oleh saudara kembarku
sendiri, di depan rumahku sendiri, dan di depan ibu kami sendiri.
Saat
kejadian itu memulai episodenya, aku tengah berdiri persis di depan si
pengendara dan motornya. Lalu kenapa, tiba-tiba motor itu lepas menabrakku. Membuat
badanku yang setengah gemuk dan sedikit kurus ini terdorong hingga tepat berada
di depan kandang kelinci mungil hasil buatan bapak itu.
Aku
dan Lisda sama-sama terguling. Kami berdua terjatuh. Dan lagi-lagi, Lisda
tertimpa motor. Namun, ada yang patut disyukuri. Apa itu? Tidak ada cidera
parah. Aku hanya luka kecil dan Lisda baik-baik saja. Aku meringis atau
cengengesan? Ekspresiku sudah dicampur-campur. Satu sisi aku pucat karena
histeris menerima tabrakan dan sisi lainnya aku juga geli mekihat tingkah sopir
yang tak menentu ini.
Lisda
tak pernah berhenti untuk belajar mengemudi, tidak ada kapok. Lalu, aku? Trauma
hebat. Hingga saat ini, dengan postur tubuh sebesar ini, aku tak punya nyali
untuk berkendara. Padahal bukan aku yang harusnya trauma, tapi Lisda. Keadaan
membalikkannya, aku yang sekarang dirundung trauma. Apalagi saat kejadian
tabrakan itu, gemetar rasa tubuhku. Bukan seperti masa orientasi lagi, tapi
jauh lebih serius.
Cerita
yang nantinya akan dibuka dengan kelalaian seorang pengemudi, tapi nanti.
Diedisi selanjutnya..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar