Sabtu, 05 Juli 2014

Cerita Ramadhan: Sial...!!!

Salam bulan suci Ramadhan. Hmmm, kali ini ceritaku berawal dari rencana aku dan ibuku serta kesepakatan kembaranku tak lupa juga adik bungsuku.
Yah, kali ini menu minuman berbuka puasa pada petang ini adalah "sup buah"..


Sungguh rencana yang sangat menggiurkan. Pertama-tama, aku mengecek bahan-bahannya dan aku mulai mengabsennya tentunya diketuai oleh sang kapten kelas memasak ini, siapa lagi kalau bukan ibuku.

Sebelum mengabsen, aku mencoba berdebat dengan ibu untuk membicarakan masalah yang sedikit rumit ini.

"Kira-kira kalau buahnya melon perlu diberi susu?" Tawar ibu kepadaku saat itu.

"Perlu..." singkatku.

"Tapi biasanya kalau ada melon ndak perlu diberi susu. Nanti takutnya ndak segar" lanjut ibu yang sedikit menganggu keputusanku.

"Enak bu, enak..." jelasku, sebagai isyarat penolakan tawarannya itu.

Ibu tak menjawab dan hanya menganggukkan kepalanya. Dalam benakku, aku berhasil membujuknya.

Sore sekitar pukul tiga, aku dan kembaranku sibuk meracik buah yang telah dipersiapkan sang kapten. Oke, ada apel, pepaya, melon, dan sedikit nangka yang diperoleh dari tetanggaku (baca: gratis). Pantaslah, ibu pagi tadi tak sibuk pergi ke pasar, rupanya ibu telah memiliki siasat untuk memanfaatkan buah yang masih tersisa di monster es. Hmmmm.... Sial!!
Hehehe tetapi aku sedikit berbangga hati ada buah datang kerumah gratis pula, lumayan buat nambah-nambah ngeramein sup buah kami. Trims yaa tetanggaaaa :"

Dan....
Ketika menjelang waktu berbuka semua buah telah bersiap-siap dengan teman-teman yang lainnya di mangkuk yang lumayan besar yang ada bunga-bunganya. Namun, tak berapa lama buah-buah tersebut dengan sangat terpaksa harus dipisahkan karena selera kami yang berbeda-beda.


Aku dan Lisda menginginkan sup buah lengkap dengan susu tanpa marjan. Adikku dan bapakku menginginkan sup buah lengkap dengan susu dan marjan cocopandannya. Sedang ibuku dan mba santi saudaraku menghendaki sup buah lengkap dengan marjan melonnya tanpa susu.

Ketika itu, aku meminta tolong kepada kembaranku untuk menyisakan sup buah untukku yang tidak dicampur dengan marjan karna saat itu aku ada keperluan penting, yaitu menyapu lantai depan. Ketika itu.. Aku mulai merasakan lezatnya sup buah itu... Walaupun sebenarnya aku telah mengutil buahnya saat meracik tadi.

** Adzan magrib berkumandang..

Yah, walaupun aku tak berpuasa kali itu, aku ikut mengambil tempat digardah terdepan tepat didepan hidangan berbuka. Sungguh aku tertegun ketika aku tak menemukan sup buah kecintaanku. Aku berusaha bertanya kepada kembaranku, dia bilang di rantang (sejenis mangkok yang bisa ditumpuk-tumpuk) berwarna putih dengan payet bunga-bunga merah jambu. Ku lirik tak ada.

Lalu aku bertanya kepada ibu, ibu pun tak tau. Setelah aku cek semuanya ternyata tetap tak ada. Nadaku sedikit keras dan sinis. Padahal, aku tak sedang berpuasa tetapi mengapa aku lebih rempong dibanding yang lainnya.

Aku bertanya kedua kalinya kepada kembaranku. Tetap saja tidak ada. Dengan polosnya dia menjawab

"Oh, ndak ada yah?" Jawabnya santai.


"Iyaa ndak ada. Kan tadi aku minta tolong sisakan sup buah tanpa marjan" nadaku sedikit gusar.

"Kok aku ndak dengar?" Lanjut kembaranku yang saat itu sedang sibuk mengurusi sup buahnya.

Aku mulai kesal. Sial, ternyata permintaanku tak didengar olehnya. Aku mulai memasang muka tak enak, ibu melirikku.

"Makanlah yang ada, ini kan masih banyak yang lain" bujuk ibu kepadaku.

Aku hanya acuh tak acuh. Aku kesal. Aku mencong-mencongkan bibirku, sambil berbicara kecil yang entah apa bunyinya. Akhirnya, aku kesal aku santap saja sup buah kepunyaan adikku dan bapakku yang kebetulan persediaannya banyak. Setelah itu, aku mengambil bongkahan es untuk mendinginkan sup buahku. Kemudian aku bertemu kembaranku.

"Besok-besok tuh dengar baik-baik kalau orang ngomong" sindirku.

Lisda, kembaranku yang tak menerima ucapanku itu. Tiba-tiba meletakkan gelas yang berisi sup buah itu dengan keras. Seraya berkata:

"Ambillah sup buah ini, aku ndak mau makannya!!".


Aku mulai bingsal. Sebenernya aku tak masalah dengan sup buah itu, hanya saja aku ingin mengingatkan budinya agar lain kali tak melakukan kesalahan itu lagi. Diluar dugaanku, ia malah marah besar. Sial!!

"Makanlah, aku juga ndak mau sup buah itu" jawabku.

Namun, Lisda terlalu kecewa dengan ucapanku. Hingga akhir magrib dan adzan Isya aku tak bertegur sapa dengannya. Hingga ketika aku mencuci piring ketika ia, ibu, bapak, dan adik pergi sholat isya dan tarawih berjamaah, aku melihat gelas sup buah Lisda sama sekali tak disentuhnya. Aku makin tak enak hati.

Sepulangnya dari sholat berjamaah itu, Lisda mungkin tak bisa menahan keinginannya menegak sup buah. Alhasil, dia memakannya dan nasib baik ia menawarkan sup buah itu kepadaku. Aku menolaknya, karna memang aku telah merasakan sup buah tersebut bahkan hingga gelas kedua walau harus ada marjan cocopandannya.
#LOL

Tidak ada komentar:

Posting Komentar