Kamis, 10 Juli 2014

Cerita Ramadhan: Linggis bu.. Bukan pisau

Menjelang berbuka puasa, semua pasukan bala tentara telah disiapkan atas pimpinan sang komandan, ibuku tersayang mengambil ancang-ancang menyiapkan makanan yang akan disantap di medan perang.

Semua telah bersiap sedia di posisi masing-masing. Semua telah mengemban tugas masing-masing yang harus dilaksanakan atas perintah sang komandan. Kebetulan petang itu sang jenderal, bapakku memutuskan untuk menyantap "miso ayam" sebagai makanan pengganjal rasa lapar kala berbuka puasa ketika itu. Tak perlu persiapan yang luar biasa akan permintaan itu. Cukup menanti kedatangan bapak dan adikku yang ketika itu berburu makanan bertemakan ayam itu.

"Hmmm.. cukup sediakan mangkuknya saja" pikirku dalam hati.

Tetapi, setidaknya aku (masih) harus memarut kelapa yang nantinya akan kuambil santannya untuk membuat minuman favorit sang jendral bapakke, apalagi kalau bukan es dawet (baca: cendol). Hanya itu saja, hanya itu ^^

Sekarang, pembagian membasmi nyamuk. Kali ini jatuh ke tangan Lisda, saudara kembarku. Yah, kali ini ia yang menerima mandat dari sang jendral bapakke. Hehehe..

Lisda harus turun ke medan (baca: ke kamar-kamar) untuk menyemprotkan semacam obat bernamakan b******n (maaf nama disamarkan, nanti dikira iklan) guna membasmi para nyamuk yang siap menyergap kami!!

Setelah melaksanakan misi itu. Rupanya Lisda ingin kembali ke kamar kami berdua. Dan tiba-tibaa....
Pintu kamar tak dapat dibuka. Para bala tentara yang lain mengira bahwa didalam ada tentara kecil kami (baca: adikku).

"Indah..indah.. di dalam ya?" Tanya Lisda kala itu.

Namun, tak ada jawaban. Yah, jelaslah karena memang Indah tak sedang berada di kawasan itu.

"Bukannya Indah dibelakang?" Jawabku.

Benar saja, tak berapa lama Indah datang. Kami makin bingung, kenapa kamar tersebut bisa terkunci dengan sendirinya. Lisda mulai mencoba membuka pintu kamar. Beberapa kali telah mencoba tak jua menghasilkan sesuatu kebebasan dari pintu kamar itu, tetap saja terkunci. Suasana sedikit menjadi horor karena ketakutan si Ayu keponakanku yang lainnya.

Namun, penjelasan Indah membuat suasana sedikit mencair. Memang, pintu itu sering terkunci sendiri kalaulah seseorang menguncinya dari depan. Kami berusaha mendorong-dorong pintu hingga beberapa kali, hasilnya tetap saja nihil.

Tiba-tiba..

Bapak datang dan menanyakan permasalahan yang terjadi. Bapak mulai mengotak-atik pintu. Tak jua bisa. Kami pun menyarankan untuk mendobraknya saja karena waktu berbuka puasa hampir tiba. Bapak tak mau, beliau tetap saja berusaha. Hingga akhirnya bapak meminta salah satu dari kami mengambil linggis.

"Bu, minta linggis........" lantangku.

Lalu, ibu menyusul ke kamar depan. Beda dengan apa yang diminta, ibu malah membawa pisau. Sang komandan kawasan dapur ini berusaha membuka pintu dengan peralatannya. Dicobanya beberapa kali, tetap saja tak bisa.

Akhirnya, sang kapten turun untuk melihat kondisi terkini. Yah, bapak terkejut saat melihat ibu membawa pisau.

"Linggis bu.. bukan pisau. Mana mungkin bisa kalau pakai pisau" jawab Bapak.

Dengan sergap Bapak mencoba membuka pintu dengan linggis. Kami mulai ketakutan, kenapa? Kami takut pintu tersebut akan rusak. Foto yang berada tepat dimuka pintu bergoyang-goyang, memang mengerikan kalau sampai foto kecil mamasku terjatuh. Sekali Bapak mencobanya. Criiiiinggg....!!! Pintu pun terbuka tanpa sedikitpun melukai muka pintu kamar itu. Alhamdulillah... Terima kasih Lisda, telah membuat pekerjaan sebelum berbuka puasa heh

Tidak ada komentar:

Posting Komentar