Minggu, 19 Juli 2015

Kolak (Koempoelan Kisah) Ramadhan: "Tipu Daya"

Kisah ini bergulir saat kesibukanku dan ibu berhenti di penggorengan. Kebetulan produksi keripik pisang buatan ibu harus dilanjutkan. Hari ini, kami berdua berusaha menyelesaikannya. Pisang satu tandan. Lumayan untuk menghitamkan jari-jemari yang akan mengupas kulitnya yang bergetah itu. Jenis pisang yang digunakan adalah pisang raja. Tapi, tunggu dulu. Ini bukan menceritakan tata cara pembuatannya, bukan.


Ini tentang keasyikan yang berhasil ibu hadirkan saat itu. Kami berbagi tugas. Awalnya, ibu melarangku keras untuk memisahkan kulit pisang tersebut. Katanya nanti tanganku akan menghitam karena getahnya. Itu masalah yang sangat sepele bagiku. Hanya dengan sedikit gosokan, lalu dibilas air, semua getah akan hilang. Aku sedikit memaksa.

“Jangan mengupas kulitnya!”

“Sudahalh, bu. Tak perlu dikhawatirkan. Persoalan getah itu, kecil sekali,” kataku sambil menjelentikkan kelingking yang ringkih ini.

Akhirnya, aku ikut sedia. Aku telah bersiap dengan pisau dan mulai berlenggak-lenggok mengupas kulit pisang tersebut. Keputusan yang kami ambil hari ini adalah waktu pagi. Supaya saat penggorengan tak terlalu panas, mengingat kami sedang berpuasa.

Setelah semuanya sudah siap diparut, aku mengubah peranku. Aku pindah bangku. Sekarang aku berada dibagian penggorengan. Ibu mendapatkan bagian untuk memarut pisang; membuatnya jadi keripik yang renyah.

Saat udara makin memanas, saat parutan pisang mulai bergerak agak  pelan. Ibu memulai caranya. Selain menghindari keadaan yang membosankan juga untuk menghindari ibu ketiduran. Ibu sengaja bercerita siang itu sambil memarut pisang dan aku menggorengnya.

“Bu, jangan tidur!”

Ibu kaget, ia terkantuk.

“Ndak...ndak,” jawab ibu merasa tak bersalah.

“Cerita saja, bu. Biar tak ngantuk.”

“Baiklah,” ibu menyetujuinya.

Ibu memulai ceritanya.

“Dulu saat ibu masih SD, ibu menganggap bahwa saat sedang sholat kita takkan mendengar apa-apa.”

“Loh? Kok begitu,bu? Ya, mana mungkin seperti itu,” bantahku.

“Dulu ibu pernah mendengar ceramah yang mengatakan kalau kita sholat yang khusyuk, kita takkan mendengar apa-apa. Jadi, sepehaman ibu, ketika kita sholat, kita takkan mendengarkan apapun. Jikalau tidak, sholat kita tidak khusyuk. Berkali-kali ibu mencoba untuk sholat, berkali-kali juga ibu masih bisa mendengar. Lama-kelamaan ibu bingung sendiri. “Kenapa kalau sholat kok bisa mendengar suara?” pertanyaan itulah yang akan hadir dibenak ibu waktu itu.”

Aku tertawa kecil. Belum pernah aku mendengar cerita semacam ini. Peraturan bahwa sholat yang khusyuk adalah sholat yang tak mendengar apa-apa. Bagaimana bisa? Kecuali kalau menderita kekurangan dalam pendengaran. Allah menciptakan telinga untuk mendengar.

“Ibu ada-ada saja,” jawabku cengingisan sambil membayangkan ekspresi ibu kala kejadian itu terjadi.

“Kan masih anak-anak, waktu itu belum mengerti benar. Padahal yang dimaksud, kita diminta konsentrasi pada sholat kita. Bukannya tak bisa mendengar suara apapun ketika sholat. Hanya saja perhatian kita harus terpusat pada sholat bukan hal yang lain. Seperti itu,” peenjelasan ibu.

Masih asyik dengan penggorengan juga parutan. Ibu melanjutkan cerita.

“Dulu sewaktu masih kecil, ibu sering menonton TV di tempat orang lain. Karena pada jaman itu, bisa dihitung jari yang memiliki TV. Itupun masih TV hitam-putih.”

Sengaja disisakan waktu malam yang masih dibilang sore itu untuk menikmati tayangan televisi. Kebetulan hari sabtu ini, tayangan ditelevisi banyak didominasi oleh tayangan niaga. Tanyangan iklan macam-macam produk. Saat itu, iklan yang tayang adalah iklan pasta gigi. Jadi, menurut penuturan ibu, kebanyakan iklan pasta gigi lainnya, pasti disajikan sedemikian rupa agar menarik peminatnya. Pasta gigi yang dihadirkan pada tayangan itu rupanya mampu menghadirkan aroma bunga yang mewangi dan membuat nafas segar.

“Lalu apa yang terjadi, bu? Salah beli pasta gigi? Atau tiba-tiba listrik padam?” cobaku menerka.

“Ya, ibu paksa orang tua ibu, minta dibelikan pasta gigi seperti yang diiklan.”

“Harus demikiankah, bu,” tanyaku.

“Namanya masih anak kecil.” Ibu menjawab ringan kala itu.

“Lalu kejadian istimewa apa yang terjadi?”

“Sayang sekali, bukan kejadian istimewa yang terjadi. Ini kejadian konyol yang pernah terjadi. Hari itu, setelah membeli pasta gigi, ibu dengan semangatnya mengambil sikat gigi dan menuangkannya pada permukaan pasta gigi. Persis diiklan. Lalu, ibu gosok-gosok gigi ibu. Namun, perasaan kesal hadir ketika waktu terbuang percuma hanya karena mencoba pasta gigi itu. Ibu kesal, kenapa tidak mau keluar bunga-bunga seperti diiklan. Ibu coba menggosok lagi hingga beberapa kali menambahkan pasta gigi. Bunga tak kunjung juga bermunculan dari mulut ibu. Ibu kesal pada kala itu, ketidakberhasilan mengeluarkan bunga dan diejek kolot oleh kakak ibu.”

Astagfirullah! Dimana ibu mendapat pelajaran seperti itu?” aku yang bingung dibawa tawa dan juga aneh.

“Ya, itu terjadi alami saja. Bukan dibuat-buat. Anak usia 3-4 tahun seperti ibu akan sulit mencerna mana yang nyata mana yang tipu daya. Ibu hanya ingin mencoba yang ada diiklan saja, hanya itu. Ibu malu kalau harus mengingatnya. Namun, biarlah. Cerita itu bisa membawa tawa atau hiburan bagi pendengarnya.”


Aku menghela nafas. Ada-ada saja tingkah ibu. Tertipudaya begitu saja. Akhirnya, mata yang mengantuk tadi dapat teratasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar