Selasa, 15 September 2015

Terima kasih, pohon!

Ma: "kau tahu pohon?"

Da: "Tau. Memang ada apa dengan pohon?"

Ma: "Dia selalu setia menyatukan kita. Menyatukan dua keegoisan kita. Walaupun kamu suka merah jambu walaupun aku suka biru. Kita tetap berteduh di pohon ini ketika di luar sana mentari sedang gagah-gagahnya bersinar."

Da: "Karena berada di pohon ini kita dapat melihat dunia lebih luas. Aku dengan duniaku dan kamu dengan duniamu."


Ma: "Hehehe. Iya betul. Kadang aku harus memaksamu menulis banyak hal. Walaupun, aku tahu kami sedang berusaha mencari penolakan paling halus."

Da: "Begitupun kamu. Aku terkadang memintaku memainkan gitarku. Walaupun aku tau jari-jarimu akan kesakitan selepas itu."

Ma: "Tapi... Di pohon ini, kita juga pernah menangis bersama. Menangisi kerinduan yang kadang tiba-tibakan?"

Da: "Selama ada aku, kamu harus tersenyum. Kamu adalah aku. Begitupun aku. Tuhan begitu baik, kamu diciptakan bersama aku."

Ma: "Di pohon ini, ada banyak perbedaan yang bisa disatukan. Dua kehidupan yang sama-sama saling membutuhkan. Aku suka sastra dan kamu suka musik."

Aku beruntung mengenal pohon ini. Pohon kehidupan. Oh, Tuhan. Terima kasih telah menyatukan dua hati putri kembar ini. Terkadang roda kehidupan menggilasku ke bawah dan mengajakku ke atas. Kadang rindu yang menyebal ini menghantuibrelung hatiku. Jika itu yang terjadi. Aku menoleh ke sampingku.

Di sana tertidur pulas saudari kembarku. Ah, sebenarnya aku tak perlu tulisan sepanjang apapun. Karena bagiku dia multitalen. Dia bisa memerankan siapa saja di duniaku. Terima kasih Tuhan..

Terima kasih, telah mengizinkan aku berteduh di pohon ini. Aku tahu di sini aku bisa memetik buah pelajaran sebanyak-banyaknya. Tentang dua kehidupan yang berjalan seimbang atas kekuasaanmu. Begitupun aku dan saudari kembarku. Aku dengan keakuanku, begitupun dengan dia. Namun, satu hal.

Dia selalu mengingatkanku pada-Nya
Dan akupun akan berusaha.

Terima kasih, Lisda.

15 sept

Tidak ada komentar:

Posting Komentar