Selasa, 04 Maret 2014

Sabtu Itu..

   Hari ini tak kurasakan perbedaan dengan hari lainnya. Pagi telah tiba. Matahari menyambutnya dengan cerah, semuanya nampak baik-baik saja. Tak ada yang terlihat berbeda. Nyaris sama. Ya seperti hari sabtu biasanya. Hari ini aku juga pergi ke kampus. Kebetulan pagi ini, jadwal kuliahku lebih awal. Sehingga
memaksa mataku untuk tetap terbuka menatap mata kuliah pagi. Rasa kantuk makin terasa berat, pasalnya  semalaman aku bergadang demi mengerjakan tugas Al-Islamku. Padahal seharusnya semua bahan telah selesai kukerjakan. Namun, Allah memiliki rencana lain. Mungkin karena kecerobohanku juga. Data persentasiku hilang bahkan untuk kedua kalinya. Hmmm... Kecerobohanku yang pertama, ketika aku lupa menyimpan hasil editanku dan itu mengakibatkan aku harus memulainya dari awal. Kecerobohanku yang kedua, semua hasil editan aku simpan di flashdisk tanpa menyimpannya ke notebook. Aku yang menganggap flashdisk itu baik-baik saja. Ternyata tidak, ternyata flashdisk itu sakit, lebih tepatnya terkena virus. Hal itu aku sadari setelah aku bercerita kepada pemilik flashdisk. Ya, flashdisk itu milik temanku. Dia bercerita kepadaku bahwa flashdisk sering mengalami gangguan, semacam eror katanya. Sesalku rasanya tak berarti. Apa boleh buat aku harus memulai dari awal lagi. Alhamdulillah.. pembuatan data untuk ketiga kalinya ini berjalan dan selesai dengan baik, hingga detik ini.

   Tak terasa mata kuliah pagi ini telah selesai, walaupun dilewati dengan rasa kantuk yang luar biasa. Seharusnya, seperti sabtu-sabtu yang lalu mata kuliah yang mesti aku dan teman-temanku ikuti hanya satu. Berhubung hari ini ada mata kuliah tambahan, atau bisa disebut mata kuliah pengganti hari Senin karena pak dosen tidak bisa hadir pada hari itu. Mata kuliah itu, ialah Al-Islam. Kali ini aku dan kelompokku kebetulan mendapatkan giliran pertama untuk mempersentasi makalah kami yang telah mengalami kehilangan yang hingga akhirnya dapat ditemukan karena pembuatan ulang. Perasaanku berdebar-debar. Ternyata seminggu berlatih tak mampu membuatku tenang. Pelajaran telah dimulai, ini tandanya aku harus memulai. Seperti kebiasaan ketika ingin persentasi, aku dan kelompokku menyiapkan data power point. Karena media inilah yang nantinya akan membantu kami dalam penjabaran makalah nanti. Aku telah menyiapkan notebook hasil meminjam dari kelompok lain. Bukan karena tak ada notebook, tapi notebookku memang cerewet kalau berbicara tentang baterai. Mau tidak mau aku harus meminjam.

   Setelah semuanya disiapkan...
  Notebook tak bisa dihubungkan dengan proyektor. Itu kata-kata yang aku dapatkan. Langit seakan mendung, petir menyambar-nyambar, dan benar-benar gelap. Gambaran itu yang aku dapatkan kali ini. Bagaimana tidak pengorbanan selama seminggu dengan dua kali kehilangan dan ditambah dengan begadang tadi malam tak ada artinya. Tetapi aku masih tetap meyakinkan diriku, aku memaksa temanku untuk mencobanya kembali. Nihil, hasilnya sama. Kesal, kecewa, lelah seakan berperang menjadi satu. Pak dosen yang mendesak supaya cepat akhirnya menambatkan pada keputusan: "Jelaskan saja, tak perlu pakai power point". Kekecewaan tadi berhasil melemahkan semangatku. Dalam keadaan semacam ini aku harus tetap menjelaskan hasil makalahku. Kalau tidak, nilaiku terancam. Sang moderator telah membuka diskusi hari ini, ini saatnya aku memberikan penjelasan. Selesai, hingga saat penjelas terakhir pak dosen menghentikan.
Beliau meminta sang moderator menutup diskusi. Kemudian, beliau melanjutkan dengan memberikan wejangan kepada kami dan kelompok lainnya. Semua makalah telah diperiksa. Sesuai perjanjian, makalah yang tidak memnuhi syarat harus segera direvisi. Kelompok 1, itu kelompokku. "Sesuaikan makalah dengan silabus, semua isi makalah kalian melenceng dari silabus". Itu kata-kata yang kelompokku terima. Luar biasa. Diluar dugaan. Sudah kepleset tertimpa air pula. Lengkap, sermuanya jadi satu. Beruntung kelompokku masih mendapatkan nilai plus karena sudah menyiapkan power point. Setelah, semua wejangan selesai. Kelompokku dipersilakan duduk dan mendapat tepuk tangan. Entah untuk apa? Ketidaksemangatan ini berlanjut hingga pelajaran selesai.

   Pulang, dan saatnya beristirahat. Pikiran indah itu hilang. Janjiku mengerjakan tugas untuk hari Senin harus aku tepati. Teman-temanku yang sibuk ingin pergi makan-sholat-ke kost teman lainnya. Membuatku bingung dan sedikit kesal. Sedangkan, temanku yang biasa menghantarku ingin pulang lebih cepat. Dia ingin pulang bersama kembaranku. Aku yang terbawa emosi akhirnya berbicara agak keras pada temanku. Ketika dia bertanya dimana saudara kembarku. Aku yang ingin melaksanakan sholat dzuhur berjamaah pun urung. Sedangkan semua teman-teman kelompokku menghilang entah kemana. Beruntung ada temanku, yang mengajakku ke kostnya untuk sholat dan makan.

   Tak berapa lama, saudara kembarku tiba. Dia langsung menghampiriku. Dia menceritakan padaku, bahwa kami mendapat bencana. Orangtua dan adikku kecelakaan. Jantungku yang tadinya berdenyut lambat sekarang berubah menjadi cepat dan kian cepat. Mataku berlinang, yang bermuara pada tangisan yang tak bisa kupendam. Anak mana yang tak terpukul mendapat berita itu. Kesedihan ini pun diperparah dengan kondisiku sekarang, anak rantauan. Seorang anak yang hanya bisa berharap keluarga nun jauh disana baik-baik saja. Sekarang, mendapat kabar yang begitu menyakitkan. Saudara kembarku tak sempat bercerita, dia bergegas menuju rumah karena temanku yang biasa mengantarku ingin pergi. Semua teman-teman menguatkan aku dan mengajakku bergegas pergi ke kost. Saat perjalanan menuju kost, temanku diam. Dia tak berani mengajakku berbicara. Setibanya disana aku buru-buru mengambil wudhu dan segera menunaikan sholat dzuhur. Setelah sholat aku berdoa dan menangis sejadi-jadinya. Aku hanya bisa berdoa keadaan mereka baik-baik saja. Sebab yang bisa aku lakukan saat ini hanya berdoa dan terus berdoa. Sebelum mengerjakan tugas teman-teman menawarkan aku untuk makan siang. Rasa lapar yang tadinya menganggu lambungku menghilang. Aku memutuskan tak makan, aku hanya memesan jus apel saja. Makan siang selesai, tugas pun selesai. Aku bergegas pulang.

    Setibanya dirumah, aku bertemu lisda saudara kembarku. Dia menceritakan bahwa kondisi orangtua dan adik kami tak terlalu parah. Hanya keadaan bapak yang sedikit memprihatinkan kaki dan tangannya terkilir. Tangannya mengalami luka yang parah. Sedangkan, ibu hanya luka di bagian lutut dan adikku hanya luka ringan saja. Perasaan agak lebih tenang karena penjelasan tadi. Selanjutnya, tugas Al-Islamku harus aku selesaikan karena hari Senin harus segera dikumpulkan. Kuharap rencana Allah akan lebih indah, pada hari-hari selanjutnya dan sabtu-sabtu lainnya. Aamiin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar