Fonem
adalah bunyi, dan bunyi, menurut bisa terpisah-tidaknya, terbagi menjadi dua:
segmental dan suprasegmental.
- Segmental adalah fonem yang bisa dibagi. Contohnya, ketika kita mengucapkan “Bahasa”, maka nomina yang dibunyikan tersebut (baca: fonem), bisa dibagi menjadi tiga suku kata: ba-ha-sa. Atau dibagi menjadi lebih kecil lagi sehingga menjadi: b-a-h-a-s-a.
- Suprasegmental adalah sesuatu yang menyertai fonem tersebut yang itu bisa berupa tekanan suara (intonation), panjang-pendek (pitch), dan getaran suara yang menunjukkan emosi tertentu. Nah, kesemua yang tercakup ke dalam istilah suprasegmenal itu tidak bisa dipisahkan dari suatu fonem.
Oleh
karena itu, bisa disimpulkan bahwa sesuatu yang terdapat dalam fonem itu bisa
dipisahkan sedangkan yang mengiringinya tidak bisa dipisahkan. Itulah yang
dimaksud dengan segmental dan suprasegmental. Meskipun dari sini sudah jelas
letak perbedaan keduanya, tetapi ada perbedaan yang patut pula kita ketahui sebagai
penambah wawasan, yaitu perbedaan menurut jenis makna yang dihasilkannya. Untuk
memahami pembagian menurut titik tolak ini, bisa dilihat pada ilustrasi
berikut:
ketika
seseorang mengucapkan nomina, “Ibu”, secara datar tanpa diiringi oleh intonasi dan
getaran-getaran tertentu, maka fonem yang mengandung nomina “Ibu” tersebut
hanya dapat dipahami maknanya sebagai “Ibu” saja, tidak lebih. Tetapi kalau ia
diucapkan dengan intonasi yang kasar misalkan dan dengan getaran-getaran yang
tidak biasa, maka kita bisa tahu bahwa orang yang mengucapkannya itu adalah
orang yang kasar terhadap ibunya dan dari situ lantas kita bisa menyimpulkan
bahwa orang tersebut adalah anak yang durhaka, yang tak berbakti kepada
orangtua.
Dari
ilustrasi di atas, kita bisa menyimpulkan bahwa perbedaan antara segmenta
dengan suprasegmental adalah kalau yang pertama dia hanya menghasilkan makna
tekstual (sesuai makna nomina yang diucapkan), sedangkan yang kedua mampu
menghasilkan makna yang kontekstual (karena makna tekstualnya sudah bercampur
dengan keadaan dan kondisi si pengucap yang itu diketahui lewat intonasi dan
getaraan-getaran yang mengiringi fonem tersebut).
Catatan: tulisan di atas berdasarkan
pemahaman penulis setelah membaca buku Introduction
to Lingustics karya
Ronald Wardhaugh, dan sebuah buku yang membahas Linguistik bahasa Jawa. Intisari
Materi “Morfem dan Makna Gramatikal”: 1.
makna gramatikal adalah makna yang dikandung oleh afiks (imbuhan) yang maknanya
bisa menunjukkan keterangan: satuan jumlah, gender, status kepemilikan, waktu,
aspek, diatesis, orang, dan lain sebagainya. 2.
Suatu morfem yang bebas yang tidak kemasukan afiks, maka ia bermakna leksikal.
Namun jika ia berafiks, maka ia bermakna gramatikal.
Sumber: Internet
Tambahan:
Bahasa termanifestasi dalam bentuk
kalimat-kalimat. Kalimat terdiri dari unsur segmental dan suprasegmental.
1. Unsur segmental adalah rentetan bunyi yang
membentuk satuan-satuan bunyi. Unsur segmental yang terkecil adalah fonem. Yang
dalam bahasa tulis dilambangkan dengan huruf.
2.
Unsur suprasegmental
merupakan unsur kalimat yang berupa intonasi yang terdiri atas tekanan, nada
dan jeda.
a. Lafal adalah cara seseorang atau sekelompok
orang mengucapkan bunyi-bunyi bahasa.
b. Tekanan adalah panjang pendek, atau keras
lemahnya bagian-bagian ujaran tertentu.
-
Tekanan dalam bahasa
tertentu bersifat fonemis (dapat membedakan makna kata),
-
Tekanan dalam bahasa
Indonesia tidak bersifat fonemis (tidak berfungsi sebagai pembeda makna kata).
Di samping itu, tekanan juga berfungsi untuk menandai bagian-bagian yang
dipentingkan
c. Nada adalah naik turun atau tinggi rendahnya
suara dalam pelafalan kalimat. Nada memiliki peranan penting dalam pembentukan
isi/jenis kalimat.
-
Kalimat berita
menggunakan nada akhir menurun, yang dalam bahasa tulis dilambangkan dengan
titik (.),
-
Kalimat perintah
menggunakan nada mendatar yang dalam bahasa tulis dilambangkan dengan tanda
seru (!),
-
Kalimat tanya
menggunakan nada akhir naik yang dalam bahasa tulis dilambangkan dengan tanda
tanya (?).
d. Jeda merupakan kesenyapan antarbagian ujaran
yang mengisyaratkan batas satuan ujaran itu. Dalam bahasa tulis kesenyapan
dilambangkan dengan spasi, garis miring(/), koma (,), titik koma (;), titik dua
(:), tanda hubung (-), dan tanda pisah (--).
Secara fungsional unsur segmental dan tekanan
kalimat mengemban suatu fungsi. Kalimat yang secara segmental tidak lengkap,
secara suprasegmental terasa tidak lengkap. Kalimat yang intonasinya lengkap
terasa selesai, sedangkan kalimat yang intonasinya tidak lengkap terasa tidak
lengkap.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar