Senin, 10 Juli 2017

Oleh-oleh dari Buyut

Sambil menyeruput kuah sotoku, cerita ini mulai bergulir. Cerita dari cucu ke cicit. Itulah oleh-oleh yang sampai saat ini masih bisa kucicipi. Bukan untuk dimakan, namun untuk dijadikan pelajaran. Setidaknya, dari oleh-oleh yang kuterima itu, aku bisa belajar banyak hal.
Mendiang buyutku adalah salah satu orang yang lolos dari penyaringan kekejaman jaman penjajahan. Itu nikmat terkeren yang Alloh kasih ke buyut. Baginya, anugerah hidup yang masih bisa dirasakannya setelah merdeka adalah bonus dari Alloh untuknya. Begitulah ibuku membuka cerita kepahitan itu.
Aku masih mengunyah sarapanku. Ibu melanjutkan, "Kata buyutmu dulu, kalaulah terdengar presiden Soekarno pidato, semua orang tunggang-langgang berlarian mendekat. Mereka sangat antusias ingin mendengarkan. Termasuklah buyutmu. Kata buyutmu juga, Pak Karno itu gagah, gantengnya bukan main, pidatonya lantang, lancar tanpa menggunakan teks." Bagiku Pak Karno berhak atas penghargaan itu karena kegigihannya melawan  penjajah (tentunya karena takdir baiknya Alloh).


Ibuku terhenti. Ia ragu melanjutkan ceritanya. "Kalau kamu ndak makan, Ma. Mau ibu menceritakannya."
Aku menelan kunyahanku. Aku tidak keberatan kalau ibu melanjutkan ceritanya.
"Di betis buyutmu ada kenang-kenangan sisa jaman penjajahan." Kita sebut saja bopeng. Bopeng itulah yang menjadi saksi saat hama itu mulai menyerang. Kata buyut, hama tersebut ditumpahkan dari pesawat. Hama kutu dan kepinding kasur. Nah, kaki buyutku habis dikeroyok si kepinding kasur. Memang tidak berbahaya, tapi kalaulah jumlahnya banyak bisa menyebabkan iritasi. Karena kepinding kasur ini menghisab darah kita. Tidak bisa diambil satu per satu karena yang menempel di betis buyut sudah terlalu banyak, akhirnya buyutku memutuskan untuk membuat perapian kecil. Mendiang meletakkan kakinya di atas perapian itu agar si kepinding itu jatuh dengan sendirinya. Alhamdulillah, usaha itu berhasil. Hanya saja bekasnya bersisa. No prob.
Kalau masalah hama kutu. Duh, jangan ditanya lagi. Rambut itu mungkin sudah dijadikan pemukiman oleh kutu-kutu yang jahat itu. Bayangkan sangking banyaknya kutu-kutu itu, mereka menyebar hingga ke pakaian-pakaian.
"Eh, Ma, jangan sampai ada baju yang teronggok-onggok. Itu baju nantinya pas dibuka isinya kutu semua." Ibuku meringis membayangkan kutu-kutu dengan jumlah yang banyak itu.
Naudzubillah. Jangan heran, saat ingin mengenakan baju, buyutku dan korban-korban lainnya harus memetani bajunya (bukan rambut lagi). Memilih satu-satu kutu itu, dan membuangnya jauh-jauh. Mau beli obat? Duh, untuk makan aja susahnya bukan main. Gimana mau mikirin obat buat ngilangin si kutu kupret itu. Kalau pun uangnya ada, kadang yang mau dibeli malah nggak ada. Tapi, mereka tetap semangat berjuang. Karena mengeluh pun tidak akan mengubah keadaan. Tidak kata lain selain dijalani.
Nggak kebayang saat itu, kepala apa jadinya, rambut apa nasibnya. So, bersyukur aja, kalau saat ini kita "dimampiri" kutu yang tidak seberapa itu. Kutu yang sepuluh dari seperseribu dari yang datang di masa penjajahan itu.
Meringis mendengarnya. Kutu satu di kepala aja bikin gatel kemana-mana. Apalagi yang sebanyak itu. Jadi, banyak-banyak bersyukur epribadi :') Bersyukur, saat ini kita nggak mengalami kesakitan itu. Sakit gampang cari obatnya. Ada dokternya. Lah, kalau jaman itu?
***
Ibu melanjutkan cerita. Matanya berkaca-kaca.
Bukan hanya hama. Saat bom-bom memilukan itu berdentum, semua orang ketakutan. Mereka berlomba-lomba membuat lubang untuk tempat persembunyian. Berdiam diri di sana. Mengintai. Dan ke luar, saat kondisi benar-benar aman. Begitulah mendiang buyutku bertahan.
Rezeki masih berpihak padanya, mendiang sempat bersekolah saat itu. Bahkan ia menguasai bahasa Belanda. Apalagi, tulisan Arabnya, buyutku jago, begitu kata ibuku dengan semangat menggebu.
Untuk masalah pangan, mendiang buyutku dan yang lainnya bertahan hidup dengan memanfaatkan tumbuhan yang ada di sekelilingnya. Pernah suatu ketika, saat benar-benar tak ada yang bisa dimakan, mereka menebang pohon pisang, membelahnya. Lalu, diambil daging pohon yang ada di bagian dalam lalu merebusnya.
Kalau mau makan beras ya harus tanam sendiri. Begitupun dengan cabai. Pahitnya kalau tidak ada beras yang mau diolah jadi nasi, mereka hanya makan jagung atau ubi kayu (singkong). "Waktu itu pernah, ndak ada nasi untuk dimakan. Buyutmu dan teman-temannya, memetik pucuk daun atau sayuran yang ada. Lalu, direbus. Hingga akhirnya, hari itu perut mereka tercukupi dengan sayur-mayur. Tidak ada lauk, tidak ada nasi, tidak ada sambal, tidak ada ayam crispy. Jauh, jauh sekali." Aku berhasil menyelesaikan sarapanku.
Duh gusti Alloh, kadang yang hidup di jaman sekarang ini, milih-milih kalau mau makan. Maunya berlauk daging atau ikan. Tanpa keduanya, tempe dan tahu atau bahkan ikan asin tidak disebutnya lauk. Bersyukur yuk, kita nggak ngerasaiin sepahitnya itu hidup. So, apa pun lauk yang ada di meja makan, mari syukuri. Caranya nikmati saja apa yang ada, jangan gara-gara lauk yang tidak seberapa itu kalian jadi mogok makan. Plisss jangann.
Tapi, sayang sungguh sayang. Buku yang ditulis mendiang tak dapat diselamatkan. Seandainya masih ada, mungkin lebih banyak oleh-oleh yang bisa aku ambil darinya. Doaku, semoga mendiang buyutku, orang-orang yang hidup di jaman kesakitan itu, dan tentunya pahlawan-pahlawanku yang gugur di medan perang, ditempatkan di tempat terindahnya Alloh. Dan perjuangnya diganti Allloh dengan pahala yang berlipat-lipat ganda. Aamiin yaRabbal'alamiin.
So, janganlah kita kufur atas nikmat Alloh. Begitu banyak nikmat yang Alloh kasih ke kita sampai hari ini. Kadang kitanya yang nggak peka. Terlalu cuek. Padahal kalaulah nikmat sehat itu diambil sedikit saja, yang punya badan udah nggak seimbang. Bersyukur bukan sekedar ucapan hamdalah, tidak, tidak sebatas itu. Bersyukur yang paling hqq adalah dengan cara menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.
Oh, fyi, yang masih penasaran kepinding kasur itu gimana. Atau mau kenal lebih rinci lagi, ambil henpon kamu, lalu gunain deh buat searching. At least, kebenaran hanya milik Alloh, so kalau ada kata-kata yang tidak berkenan, i mohon maaf  #selfreminder

Tidak ada komentar:

Posting Komentar